Post by res96 on Jan 27, 2006 8:52:47 GMT -5
Epilog penantian
Kekasih yang bukan milikku, ternyata aku tak bisa benar-benar keluar dari perasaan yang selama ini kulawan dan kucoba untuk hancurkan
Aku menginginkanmu lagi. Aku merasa bersalah karena dulu meninggalkanmu hanya karena kamu sering menawarkanku pekerjaan. Aku tahu kamu ingin merasa aman. Seharusnya aku mengerti ketika itu kamu melakukannya karena kamu menginginkan aku menjadi manusia yang lebih baik. Aku seharusnya katakan kepadamu bahwa aku juga sedang merangkai masa depanku. Masa depan yang mungkin kurang dipahami oleh banyak orang termasuk kamu. Aku seharusnya ceritakan kepadamu ketika itu, tetapi aku tidak yakin apakah aku bisa merangkainya. Aku malu jika ternyata aku hanyalah manusia yang bermulut besar dan pemimpi.
Aku tahu kamu menerima kehadiranku, ataukah jika tidak, aku sudah cukup senang dengan rasa percaya diriku yang memang terkadang berlebihan. Entah apa yang membuatku begitu yakin bahwa kamu juga menginginkanku sebagaimana aku menantimu hingga kini.
Rin, kamu memperlakukanku seperti orang-orang yang peduli kepadaku. Kakakku juga menginginkanku bekerja, apa sajalah yang penting halal kata kakakku. Tetapi aku terlanjur memutuskan bahwa aku tidak ingin sekedar bekerja dan mendapatkan uang. Bagiku pekerjaan adalah jalan hidup yang dengannya aku akan menghabiskan sebagian waktuku.
Rin, ada dua hal di dunia yang aku yakini bisa membuatku bahagia. Yang pertama adalah hidup bersamamu. Dan yang kedua adalah pekerjaan yang aku lakukan dengan senang hati dan tidak banyak menyita waktuku, karena aku ingin menghabiskan waktuku bersamamu.
Memang aku tidak terbuka mengatakan bahwa aku merasa tidak nyaman dengan cara perhatianmu. Kamu terlalu sering mengingatkan aku tentang pekerjaan. Apa yang kamu lakukan menganggu semangatku untuk mengejar cita-citaku yang sebenarnya.
Rin, setelah sekian lama aku mencari jawaban dari berbagai pertanyaan. Masa tua seperti apa yang sebenarnya aku inginkan?. Kehidupan seperti apa yang sebenarnya ingin aku bangun?
Kemudian aku menemukanmu kembali setelah lama aku hanya bermimpi. Aku pikir apa yang akan kugapai telah lengkap. Sekarang saatnya bagiku untuk berjuang. Tentunya kamu juga tahu setelah pertemuan itu aku berusaha mendekatimu. Aku bahagia kamu bersedia menemani nonton. Ketika itu aku ingin memegang jemari. Tetapi aku takut melakukannya, juga malu karena aku ingin kamu menilaiku sebagai laki-laki sopan. Lagi pula aku cukup senang dengan hanya duduk disampingmu. Sesekali aku memandang kearahmu. Kamu cantik sekali. Aku ingin kamu menjadi bidadariku sepanjang masa.
Tetapi aku terkadang merasa malu dan bosan karena kamu bertanya tentang pekerjaanku. Harusnya aku berterima kasih padamu Rin.
Kemarin aku menelpon ke rumahmu. Terdengar suara perempuan. Aku memintanya untuk bisa berbicara denganmu. Dia menanyakan siapa aku. Ketika kusebutkan namaku. Dia mengatakan kamu sudah tidur. Di malam berikutnya aku juga menelpon rumah kamu. Suara perempuan yang menerima, sepertinya suara perempuan pada malam sebelumnya. Aku juga memintanya untuk bisa berbicara dengan kamu. Dia menanyakan siapa aku dan dia menyuruhku untuk menunggu sebentar. Ketika dia kembali dia mengatakan kamu sedang keluar. Akhirnya aku pikir kamu menghindariku. Pesanku yang terakhir juga kamu balas dengan telpon yang ketus. Mengapa kamu menghindar dariku Rin? Apakah kamu menganggap aku sekedar bermain-main denganmu? Ataukah karena aku yang masih pengangguran yang hari-hari pekerjaannya keluyuran.
Rin, memang saat ini aku tidak menjanjikan kamu banyak hal selain cinta. Tetapi aku akan berjuang. Kamu bisa menjadi semangat untuk perjuanganku. Karena aku menjadi semakin jelas untuk siapa aku berjuang dan dengan siapa waktuku akan kuhabiskan.
Rin, pertama kali aku melihatmu, ketika itu aku masih melihat bulu lembut d**eningmu. Aku bermimpi menyibak bulu-bulu lembut itu. Kemudian aku akan mengecup keningmu. Kamu memejamkan mata dan merasakan detak jantungku lebih keras, ada perasaan yang tertahan didalamnya yang ingin keluar tetapi aku malu mengatakannya. Kamu juga masih ingat, pertemuan yang pertama setelah sekian lama. Aku menatapmu terlalu lama ketika itu. Kamu mengingatku untuk tidak tertegun saja. Aku jadi malu karena kamu tahu aku menatapmu terlalu lama tanpa berkata-kata. Bersamamu memang indah Rin, tetapi kamu terlalu sering berbicara tentang pekerjaan. Dan aku dipaksa oleh diriku sendiri untuk menjaga jarak denganmu sementara waktu. Karena aku tidak ingin ada lagi orang yang bertanya tentang pekerjaanku.
Masa-masa setelah itu adalah saat terburuk. Entah kenapa, aku menjadi semakin kacau ketika jauh darimu. Banyak kesialan-kesialan yang selalu saja kutunai secara sadar maupun hanya dalam imajinasi yang terkadang aku sangat takut membayangkannya. Karena mimpi itu terlalu buruk untuk menjadi nyata.
Rin, meski rasa rindu tak pernah hadir dalam kata-kata dan kalimat yang indah. Tetapi aku mohon jenguklah gundahku sejenak waktu. Hidupku memang masih berada di sela kegamangan. Tetapi perasaanku kepadamu selalu bersemayam di hati yang selalu terjaga.
Rin, kata-kata ini memang terdengar seperti merayu. Jika kamu melihatku dengan seksama mungkin juga ada sedikit kebohongan diwajahku, tetapi hatiku masih mempunyai harapan dan aku sepenuhnya percaya akan datang keajaiban. Terkadang aku tidak sabar dan kemudian ingin kupecahkan waktu yang membeku agar aku segera tahu bahwa keajaiban telah datang. Dan aku tidak terus mendekam dalam rasa rindu.
by : Adi S
Kekasih yang bukan milikku, ternyata aku tak bisa benar-benar keluar dari perasaan yang selama ini kulawan dan kucoba untuk hancurkan
Aku menginginkanmu lagi. Aku merasa bersalah karena dulu meninggalkanmu hanya karena kamu sering menawarkanku pekerjaan. Aku tahu kamu ingin merasa aman. Seharusnya aku mengerti ketika itu kamu melakukannya karena kamu menginginkan aku menjadi manusia yang lebih baik. Aku seharusnya katakan kepadamu bahwa aku juga sedang merangkai masa depanku. Masa depan yang mungkin kurang dipahami oleh banyak orang termasuk kamu. Aku seharusnya ceritakan kepadamu ketika itu, tetapi aku tidak yakin apakah aku bisa merangkainya. Aku malu jika ternyata aku hanyalah manusia yang bermulut besar dan pemimpi.
Aku tahu kamu menerima kehadiranku, ataukah jika tidak, aku sudah cukup senang dengan rasa percaya diriku yang memang terkadang berlebihan. Entah apa yang membuatku begitu yakin bahwa kamu juga menginginkanku sebagaimana aku menantimu hingga kini.
Rin, kamu memperlakukanku seperti orang-orang yang peduli kepadaku. Kakakku juga menginginkanku bekerja, apa sajalah yang penting halal kata kakakku. Tetapi aku terlanjur memutuskan bahwa aku tidak ingin sekedar bekerja dan mendapatkan uang. Bagiku pekerjaan adalah jalan hidup yang dengannya aku akan menghabiskan sebagian waktuku.
Rin, ada dua hal di dunia yang aku yakini bisa membuatku bahagia. Yang pertama adalah hidup bersamamu. Dan yang kedua adalah pekerjaan yang aku lakukan dengan senang hati dan tidak banyak menyita waktuku, karena aku ingin menghabiskan waktuku bersamamu.
Memang aku tidak terbuka mengatakan bahwa aku merasa tidak nyaman dengan cara perhatianmu. Kamu terlalu sering mengingatkan aku tentang pekerjaan. Apa yang kamu lakukan menganggu semangatku untuk mengejar cita-citaku yang sebenarnya.
Rin, setelah sekian lama aku mencari jawaban dari berbagai pertanyaan. Masa tua seperti apa yang sebenarnya aku inginkan?. Kehidupan seperti apa yang sebenarnya ingin aku bangun?
Kemudian aku menemukanmu kembali setelah lama aku hanya bermimpi. Aku pikir apa yang akan kugapai telah lengkap. Sekarang saatnya bagiku untuk berjuang. Tentunya kamu juga tahu setelah pertemuan itu aku berusaha mendekatimu. Aku bahagia kamu bersedia menemani nonton. Ketika itu aku ingin memegang jemari. Tetapi aku takut melakukannya, juga malu karena aku ingin kamu menilaiku sebagai laki-laki sopan. Lagi pula aku cukup senang dengan hanya duduk disampingmu. Sesekali aku memandang kearahmu. Kamu cantik sekali. Aku ingin kamu menjadi bidadariku sepanjang masa.
Tetapi aku terkadang merasa malu dan bosan karena kamu bertanya tentang pekerjaanku. Harusnya aku berterima kasih padamu Rin.
Kemarin aku menelpon ke rumahmu. Terdengar suara perempuan. Aku memintanya untuk bisa berbicara denganmu. Dia menanyakan siapa aku. Ketika kusebutkan namaku. Dia mengatakan kamu sudah tidur. Di malam berikutnya aku juga menelpon rumah kamu. Suara perempuan yang menerima, sepertinya suara perempuan pada malam sebelumnya. Aku juga memintanya untuk bisa berbicara dengan kamu. Dia menanyakan siapa aku dan dia menyuruhku untuk menunggu sebentar. Ketika dia kembali dia mengatakan kamu sedang keluar. Akhirnya aku pikir kamu menghindariku. Pesanku yang terakhir juga kamu balas dengan telpon yang ketus. Mengapa kamu menghindar dariku Rin? Apakah kamu menganggap aku sekedar bermain-main denganmu? Ataukah karena aku yang masih pengangguran yang hari-hari pekerjaannya keluyuran.
Rin, memang saat ini aku tidak menjanjikan kamu banyak hal selain cinta. Tetapi aku akan berjuang. Kamu bisa menjadi semangat untuk perjuanganku. Karena aku menjadi semakin jelas untuk siapa aku berjuang dan dengan siapa waktuku akan kuhabiskan.
Rin, pertama kali aku melihatmu, ketika itu aku masih melihat bulu lembut d**eningmu. Aku bermimpi menyibak bulu-bulu lembut itu. Kemudian aku akan mengecup keningmu. Kamu memejamkan mata dan merasakan detak jantungku lebih keras, ada perasaan yang tertahan didalamnya yang ingin keluar tetapi aku malu mengatakannya. Kamu juga masih ingat, pertemuan yang pertama setelah sekian lama. Aku menatapmu terlalu lama ketika itu. Kamu mengingatku untuk tidak tertegun saja. Aku jadi malu karena kamu tahu aku menatapmu terlalu lama tanpa berkata-kata. Bersamamu memang indah Rin, tetapi kamu terlalu sering berbicara tentang pekerjaan. Dan aku dipaksa oleh diriku sendiri untuk menjaga jarak denganmu sementara waktu. Karena aku tidak ingin ada lagi orang yang bertanya tentang pekerjaanku.
Masa-masa setelah itu adalah saat terburuk. Entah kenapa, aku menjadi semakin kacau ketika jauh darimu. Banyak kesialan-kesialan yang selalu saja kutunai secara sadar maupun hanya dalam imajinasi yang terkadang aku sangat takut membayangkannya. Karena mimpi itu terlalu buruk untuk menjadi nyata.
Rin, meski rasa rindu tak pernah hadir dalam kata-kata dan kalimat yang indah. Tetapi aku mohon jenguklah gundahku sejenak waktu. Hidupku memang masih berada di sela kegamangan. Tetapi perasaanku kepadamu selalu bersemayam di hati yang selalu terjaga.
Rin, kata-kata ini memang terdengar seperti merayu. Jika kamu melihatku dengan seksama mungkin juga ada sedikit kebohongan diwajahku, tetapi hatiku masih mempunyai harapan dan aku sepenuhnya percaya akan datang keajaiban. Terkadang aku tidak sabar dan kemudian ingin kupecahkan waktu yang membeku agar aku segera tahu bahwa keajaiban telah datang. Dan aku tidak terus mendekam dalam rasa rindu.
by : Adi S