Post by Adis Rosyadi on May 19, 2008 22:39:49 GMT -5
s e p t e m b e r
Sepi ditelan gelap
bintang-bintang pejamkan mata
bulan mati di cakrawala
matahari bersinar di bumi lain
dan
di dua kutub bumi
salju semakin membeku
Setelah waktu yang panjang
tinggal saat kita terkenang
Menjelang pagi
dibawah hamparan langit bertabur bintang
alam membawa kesejukan
menebarlah kabut embun
menjadikan samar wajah-wajah murni
yang terlupakan melintasi ingatan
Setelah waktu yang panjang
wajah-wajah menua ada di dalam kaca
September-september
panasmu keringkan hati
sepasang parkit dalam keheningan
mereka tidak sedang menikmati kesunyian
karena di dadanya bergumul keresahan
September-september
sepasang parkit terbang berpencaran
lalu menghilang
Setelah waktu yang panjang
Mimpi-mimpipun tak terlihat lagi saat kita mencari
Resahku pergilah sejenak
jangan buat kabut dihadapan semakin tebal
jangan kuatkan ragu dihatiku
aku ingin bebas dari semua beban
aku ingin kuat seperti isi rimba raya
aku ingin merdeka
seperti gunung muntahkan lava
Aku melihat air mata
aku melihat wajah mengiba
aku terharu
kita sama ada disana
pada saat September
dalam hati yang gelisah
kita berharap sesuatu
namun harapan kita tersangkut prasangka dan ragu
lantas kita terdiam bagai patung samadhi
Aku mendengar lagi isakmu
lamat kudengar suaramu
“ …. Mengapa kita berada disini ?
dimana wajah langit hitam legam “
“ …. Jiwaku hampa, aku mendekap angin
Yang juga coba menyapu lukamu …. “
Lantas ku bagi kenyataan padamu
Kau malah tercenung
Dan menatapku tak percaya
“ … September adalah takdir bagi kita “
Aku berdiri diatas batu meninju langit
di puncak sebuah bukit
kulihat lembah,
dan air dari celah batu itu
mengaliri sawah dan ladang
Kulihat engkau tengah tertidur
Di bawah rindang pohon jambu
Damai wajahmu
Sedamai hatiku
Kita iringi september pergi
(Cipeucang, Kemarau, September 1994)
Tahun Baru di Babar/ Segelas Sofie
Tak ada red winnie yang kau pesan
hanya sofie ditangan
yang menetes dari nyiur
tuk hangatkan kebekuan
kamu-aku bukan kita
hanya suara-suara di telinga ingatan
meraung-raung tertahan
menggigil disapu badai
kamu-aku menari diudara
menanti batas
bertanya-tanya
kapankah kembali kita
jangan menyerah!
jangan pernah menyerah!
kamu kuatkan aku kuatkan
lelah-letih bathin terbawa-BAWA
maaf tak ada red winnie yang kau pesan
kecuali sofie ditangan
duanne...!
aku bersulang kepada angin
yang membawa senyummu
terlukis dilangit
pada tebing-tebing
pada buih-buih dipantai
duanne...!
semoga tahun depan lebih baik
duanne...!
"cukup segelas saja...
minuman ini telah menyengat
jantungku yang lemah
membakar asmaraku
yang lelah dan jengah
kamu aku terbang sendiri-sendiri
jangan pernah sedih lagi
jangan pernah merasa sepi
"segelas lagi ya?
duanne...!
tidurlah dalam hatiku
yang telah dihangatkan "sofie"
"jangan pergi dulu, aku masih rindu"
kita bersama menyambut tahun baru
seperti yang kau mau
meski tak ada red winnie
masih ada sofie"
nah begitu...tetaplah tersenyum"
duanne...!
Adis, Sasetan Bali Des'07
ooOOO Kepalsuan OOOoo
Tidakkah kau ingat
begitu rapat kau tutup busuk
agar tak menyebar
kau beri aku warna-warni kembang plastik
kau coba membiusku dengan farfum kimiamu
kau coba rayu simpatiku
dengan membisikan lembut ditelingaku
"aku adalah korban kepalsuan"
adis, sesetan-denpasar-bali 19 des 07
Telah kupatahkan
tangan-tangan kasih sayang
yang ingin memelukku
lalu kubutakan semua matanya
kusuburkan dengan benci
dan dendam dihatinya
kucabik-cabik wajah
dan jiwanya dengan penaku
(Cipeucang, 29 Januari 1997)
Aku punya cinta yang dirampas oleh keserakahan
aku punya kasih yang dikhianati nafsu
buta, .. ya aku buta, kamu juga
mungkin kita semua juga buta
tapi apakah kita tahu jika kita sebenarnya masih buta
Dunia yang membutakan kita
cipeucang, 00:03 19-07-2005
m a n u s I a w i
Jangan kau pandangi aku dengan senyum
lalu lemparkan ramahmu
aku takut akan kau dapati luka dan kecewa
Jangan kau pandangi aku dengan luka hatimu
hingga kau dapati hitamku
aku takut kebijakanmu pergi meninggalkan nyata
kesabaranmu musnah ditelan ragu
Kita cuma manusia menempati bumi yang sama
janganlah me-reka hati
hanya dari penglihatan semata
(Balik Papan, (NE I) Maret, 14 1994)
aku melihat sebuah hati dimatamu
yang coba berunjuk rasa
untuk membangkitkan kenangan
dari pelosok-pelosok terabaikan
catatan yang terpaksa ada
dari sebuah hidup
yang sulit diterjemahkan
akankah kudapat makna
dari sebuah hati yang terkubur
dalam sakit, kecewa, dan dendam
akan kupenjarakan hatiku
agar kehidupan terus berjalan
05:55 wib 26-07-2006
t a k l a g i s e m p a t
Angin – Malam ini menyertakan banyak hal,
masa lalu dan kini,
kamu …. aahh bicaralah apa saja,
pasti aku dengar,
sepahit apapun sebelum usai berganti pagi…
mungkin diam kini bukan lagi sakit,
tapi tenang se-tenang laut mati.
ahh…biar saja kekosongan jiwaku ini tak berharapan,
biarkanlah kesendirianku ini tak berteman hingga usai
1th Mendiang Siska, 24-9-2005/6,
Berjalan pelan-pelan, mengikis semakin tipis
Dan hati yang meronta, inginkan aku pergi
Aku melihat bintang – hanya bintang
Tapi saat bersamaan fikiranku butek
Hatiku terpecah – tiga warna
Berjalan pelan bertambah pelan
Lalu kita bertemu, kemudian terangpun datang
Lalu mengikis lagi, semakin tipis
Seperti senja
Hatiku asyik melukis wajah-wajah
Fikiranku menari-nari, lupa diri
Jiwaku sempoyongan
Aku melihat bintang, hanya bintang
Tapi fikiranku pada matahari
Dan hatiku asyik melukis bulan
Jiwaku – sempoyongan
(cipeucang Juni 9 1997)
Jemariku menari
Aku tak pernah tahu
Apa yang aku tahu
Tapi aku ingin mengerti
Apa yang tidak aku mengerti
Malam telah datang
Aku terpenjara dalam jubahnya
Dan keheningannya
Menjadi musik yang hadirkan kegelisahan
Menarilah jemariku
Hingga letih sendiri
(cipeucang Juli 26 1997)
Aku tak pernah tahu
Apa yang aku tahu
Tapi aku ingin mengerti
Apa yang tidak aku mengerti
Malam telah datang
Aku terpenjara dalam jubahnya
Dan keheningannya
Menjadi musik yang hadirkan kegelisahan
Menarilah jemariku
Hingga letih sendiri
(cipeucang Juli 26 1997)
diantara bintang-bintang
ada bulan setengah gobang
tergantung diawang-awang
deru angin membawa khabar
melintasi permukaan laut yang bergelombang
menggigil sudah sukmaku mencari harapan
pada sebuah titik cahaya di kejauhan
pada langit-langit hati yang muram
diantara buih-buih yang berpuisi
melintasi permukaan laut yang bergelombang
menggigil sudah sukmaku mencari harapan
pada sebuah titik cahaya di kejauhan
pada langit-langit hati yang muram
diantara buih-buih yang berpuisi
bujur 8.23-128 lintang selatan
15 april 08
15 april 08
Aku terjebak suasana ini
siapakah engkau yang mengerti akan aku ?
apakah engkau yang dipernamakan kesabaran ?
yang mengikutiku sejak pagi
disaat duka menghantam dari segala penjuru
kita bersama me-redam segala emosi
yang seharusnya kujalani sendiri
Aku terjebak dalam suasana ini
sejak dulu seharusnya aku sadari
Tuhan mencipta engkau untukku
menyerupakan engkau
sebagai kecantikan dan kesucian
sebagai kebijakan dan pengetahuan
Aku terjebak suasana ini
tak terbatas ruang dan waktu
menembus, menikam hatiku
dari masa lalu sebagai dosa dan penyesalan
dari masa kini sebagai kenyataan dan kepasrahan
dari masa depan sebagai ketakutan dan penantian
Aku terkurung suasana ini
aku berharap engkau tetap ada
sebab Tuhan mencipta engkau untuk-ku
menyerupakan engkau sebagai kecantikan,
kesucian dan kedamaian
sebagai ujud sayang-Nya padaku
(cipeucang Maret 2 1997)